Pakar mesin automotif Universitas Negeri Semarang Wirawan Sumbodo menilai, mobil hybrid memang hasil teknologi yang kian canggih, namun bukan berarti tak memiliki kelemahan dibandingkan dengan mobil konvensional.
"Mobil hybrid yang sekarang ini dikembangkan merupakan perpaduan antara mobil konvensional yang mesinnya menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dengan tenaga listrik yang berasal dari baterai," katanya di Semarang, Rabu.
Wirawan yang mantan Ketua Jurusan Teknik Mesin Unnes itu menjelaskan, dengan perpaduan mesin menggunakan BBM dan tenaga listrik, bisa mengatasi kekurangan yang dimiliki jika hanya menggunakan BBM atau hanya menggunakan energi listrik.
Menurut dia, mobil konvensional yang menggunakan BBM memiliki kelemahan konsumsi BBM-nya boros dan menghasilkan gas buang hasil pembakaran yang mencemari lingkungan, namun tenaga yang dihasilkan memang sangat besar.
Mobil listrik yang mengandalkan baterai atau biasa disebut aki, katanya, memiliki kelemahan tenaga dan akselerasi mesin yang dihasilkan terbatas, namun keuntungannya lebih ramah lingkungan karena tak menggunakan BBM.
"Karena itulah, kemudian dikembangkan konsep mobil hybrid yang memadukan mesin BBM dengan listrik yang melengkapi kekurangan masing-masing. Konsumsi BBM lebih irit, tenaga besar, namun ramah lingkungan," katanya.
Wirawan yang juga mantan Penanggung Jawab Pusat Desain dan Rekayasa Kendaraan Mikro Unnes itu menjelaskan, sebenarnya sistem operasi mobil hybrid yang dikembangkan banyak yakni sistem seri, pararel, dan kombinasi keduanya.
Ia mengakui, sistem yang paling banyak diadopsi pada mobil hybrid yang dipasarkan tentunya sistem kombinasi karena sudah menyinergikan kontrol daya konvensional listrik, meski pengembangan tekologi masih terus dilakukan.
Konsumsi BBM mesin hybrid, katanya, diperkirakan bisa hemat tiga kali lipat dibandingkan dengan mobil konvensional, namun kelemahannya perawatan mesin memang lebih mahal dibandingkan dengan mobil yang menggunakan BBM.
"Rangkaian elektronik dan kelistrikan yang diadopsi mesin mobil hybrid tentunya lebih riskan jika tergenang banjir. Kalau mesin konvensional cenderung lebih tahan dan bandel dalam menghadapi kondisi alam," katanya.
Ia mengatakan, mobil hybrid bukannya bebas limbah, sebab baterai yang sudah tak terpakai akhirnya menjadi limbah, baik fisiknya maupun cairannya sehingga harus pula dipikirkan solusinya.
Selain itu, kata dia, komponen-komponen produksi mesin hybrid selama ini hampir semuanya impor sehingga berimplikasi kepada mahalnya harga mobil hybrid yang akhirnya hanya kalangan atas saja yang bisa menikmatinya.
Kalau pemerintah mau mengembangkan mobil hybrid, kata Tim Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Teknologi Fakultas Teknik Unnes itu, tentunya hal itu sebagai respons positif karena bisa menekan biaya produksi dan harga jual mobil hybrid.
"Yang tak kalah penting, pemerintah beserta instansi-instansi di bawahnya harus memberi teladan, misalnya semua mobil `pelat merah` menggunakan mobil hybrid. Tanpa dimulai pemerintah tidak mungkin jalan," kata Wirawan.(rr)
http://masterastronomi.blogspot.com/2012/05/mobil-hybrid-bukan-tanpa-kelemahan.html